Tapak Sepatu dan Goesan Pedal
Malam hari melihatkan mega merah-kemeraham di langit menunjukan waktu malam akan surut digantikan pagi hari yang menanti. Adzan shubuh berkomandang, kuterbangun dan lalu menunaikannya. Setelah selesai melaksanaakan sholat, lalu langsung bergegas untuk bersiap-siap menyiapkan barang-barang secukupnya yang perlu dibawa. Ku hubungi teman-temanku untuk segera bersiap-siap sambil aku juga menyiapkan sepedah yang siap aku tunggangi. Sayangnya temanku Rafi ia mendadak tidak bisa karna ada acara keluarga mendadak dan ia terpaksa tidak jadi ikut. Dan Arsyad ia juga tidak jadi ikut karna sepedahnya sedang berkendala jika menunggu sepedahnya diperbaiaki maka hasilnya akan kesiangan menunggu dia dan juga titik kumpul kami dari rumah dia cukup jauh.
“ Assalamualaikum, hai gimna Han!, udah siap lu?”
“Ok ok gua dah siap ni, lu kesini aja sambil kita tentuin rute kita mau kemana”
“OK siap meluncur”. Pesan singkat Whatssapp yang menandakan temanku telah bersiap-siap sejak dini hari.
Rencana kita tidak sesuai dengan yang kita harapkan, yang sebelumnya kita akan berangkat berempat namun hanya sisa tinggal 2 orang saja, yaitu Aku dan Raihan. Rute target kita sebenarnya ingin sampai lintas sumatra perbatasan provinsi lampung dan ingin juga menyebrang kepulau jawa, namun bekal dan sangu kita yang kurang mencukupi akhirnya kami membuat rute perjalanan lokal saja. Kami ber-2 membranikan diri dan berdoa sebelum mekukan perjalanan dengan membawa perbekalan secukupnya dan 2 sepedah yang kita tunggangi.
Perjalanan kami kami mulai pukul 7 pagi, aku tidak sempat sarapan di tempat raihan karna kami takut tidak mengejar waktu. Akhirnya kami berhenti dipinggir jalan raya, Kecamatan Trimurjo Lampung Tengah. Mampir sejenak menikmati sarapan pagi dengan nasi uduk, hanya cukup merogoh uang 5 ribu sudah membuat perut kami kenyang dan cukup sebagai mengisi stamina dan tenaga kami untuk memulai perjalanan. Dengan tekad yang cukup kuat dan segenap tenaga bahwa kami akan sampai tujuan yang kita inginkan. Dan ini pertamakali kami melakukan traveling dengan jarak yang cukup jauh dengan menaiki sepedah.
Sampailah kami ditengah perjalanan disanalah petualangku sebenarnya. Aku yang menunggangi sepedah gunung WimCycle dan tas slempang yang agak besar, begitu juga temanku menaiki sepedah yang hampir sama dan juga tas slempang yang agak kecil. Aku yang sembari sadar sebenarnya dari rumah bahwa rem sepedahku sudah tidak dapat berfungsi lagi, dan dibenaku sebelum memulai perjalanan apakah tidak membahayakanku jika bersepedah jauh tidak ada rem tangan?, tapi dengan modal tekad dan semangat aku memutuskan untuk melanjutkan berpegian kami.
Di jalan raya Natar dengan jalan yang ramai penduduk dan juga padat, aku melaju sangat kencang ketika melewati jalan turunan sebagai penggantinya aku pun menggunakan kakiku yang beralaskan sepatu sebagai rem kaki bukan lagi rem tangan. Turunan demi turunan aku lewati dengan sangat berhati-hati, dan tanjakan demi tanjakan kami harus mengeluarkan ekstra tenaga yang cukup besar, jika kami tidak kuat maka akan kami tuntun itu sepedah itu. Sampailah kami di Kota Bandar Lampung, kami berhenti dan rehat sejenak sembari membeli minuman di Supermarket.
“Gimna rute kita, mending kita ganti aja yang deket. Kita ke Teluk Betung saja ketempat si Fadli, rumah dia juga deket sana, disana juga kan banyak spot pemandangan Alam, pariwisata, dan juga rumah dia dekat pantai” Ujarku sambil meletakan minumaku ke dalam tas.
“Iya ini juga masih gua hubungi, katanya sih dia ada di rumah. Dan kata dia ok, dia nerima tamu” Sambil meringis Raihan sambil menaruh botol minumnya didalam tas slempangnnya.
“OK dehk sipp, kita kesana aja dulu. Keknya kaki gua juga dah pegel-pegel nih nahan ban” Sambil tersenyum kecut, dan kami siap memulai perjalanan.
Jalan raya bandar lampung pun tak kalah ramainya dengan Natar. Mobil mewah, pickup, fuso dan lain sebagainya dan juga para berkendara montor lalu lalang memadati kota Bandar Lampung, kami yang tak sanggup menahan asap kendaraan dan juga debu yang berterbangan menerpa muka kami, akhirnya kami pun membeli masker untuk meminimalisir asap dan debu yang menerpa wajah kami. Kami pun akhirnya hampir sampai ketempat rumah teman kami, Chairul Fadli. Penat lelah kami pun akhrinya terasa lebih ringan seketika melihat pemandangan alam laut dari kejauhan, warna laut yang nan biru dan juga pesisir pantai yang dipenuhi oleh keramaian orang yang sibuk mencari nafkah dan juga dipenuhi oleh orang-orang yang sedang beriwisata. Kami pun terenyum manis ketika melihat Fadli yang sedang menunggu ditepi jalan menunggu kedatangan kami, dan menunjukan jalan arah kerumahnya.
Sesampai dirumah Fadli, pas tepat menjelang adzan dzhuhur, sekitar kurang lebih jam 12 siang. Ternyata perjalanan kami hanya memakan setengah hari, mungkin karna jalan yang mulus dan juga kami sedikit beristirahat dijalan. Kami pun langsung disuguhi minuman dan juga makanan ringan. Setelah selesai berehat sejenak sambil meluruskan kaki-kaki, betis kami terasa mengeras dan sedikit linu-linu. Setelah berehat sejenak kami langsung diajak untuk sholat dzuhur terlebih dahulu oleh Ayahnya Fadli untuk ke mushola bersama-sama, kami beranjak ke Mushola dan sekaligus menjamak sholat ashar, dikarnakan kami musyafir (orang yang berpegian jauh).
Aku dan Raihan memutuskan untuk menginap satu hari disini, dan besok melanjutkan kemana rute kami yang akan kami tempuh nantinya. Kami tidak akan menyia-nyiakan saat disini, sore itu kami pergi kepesissir pantai. Menikmati angin sore dipinggir pantai, deruan ombak yang mulai meninggi, para nelayan yang sedang menjala ikan, dan ada yang bersiap-siap untuk menjala dimalam hari. Sambil berpose mengabdikan moment demi moment. Kami akan melanjutkan perjalan kami besok pagi, sebelum berangkat pergi kami diajak oleh Fadli untuk muncak disalah satu spot pemandangan alam yang tidak jauh dari rumahnya. Kami berangkat sehabis sholat shubuh, karna kami ingin mengambil moment sunrise, dengan menaiki 2 montor untuk sampai diatas puncak bukit tersebut. Dingin pagi menyengat ketubuhku dan jalan yang sedikit terjal dan ditutupi oleh embun pagi.
Bagai makhluk tuhan yang kecil yang kurang banyak bersyukur, ketika melihat pemandangan yang cukup menakjubkan diatas ketinggian dipagi menjelang terbit mantahari, aku tak lupa untuk terus beryukur dan mengaguminya, berfoto seketika mengambil moment sunrise itu keluar, sembari diselimuti dingin. Tak sia-sia lelah dan penat kami, jika disuguhi oleh nikmat alam yang sungguh luar bisa ini.
Kami pun akhirnya turun setelah melihat matahari sudah terbit. Kami bergegas untuk bersiap-siap melanjutkan perjalan kami. Kami sarapan terlebih dahulu dirumah Fadli demi mengisi tenaga kami, bapak dan ibu Fadli ini adalah seorang guru dan bapaknya memiliki ladang kebun yang cukup luas dan fadli ini adalah anak semata wayang, dan dia anaknya cukup pendiam, dan tidak suka bergaul dan bermain dengan teman nya yang ada ditempat tinggalnya.
“Wah pa gila, sepatu lu alasnya dah tipis gitu” ujar Raihan sambil tertawa.
“Hahah iya brew, kek mana ini. Kalo abis alasnya gua ngeremnya pakek telapak kaki donk” balasku lagi sambil membalas tawa raihan.
Sepatuku yang kubuat sebagai pengganti rem tangan mulai menipis, aku takut jika terus kupakasakan lama-lama habis. Akhirnya aku berinisiatif untuk memasang sendal bekas yang dipotong setengah, lalu ditempelkan kesela-sela atas ban depan sebagai alat ganti rem alas kaki yang sudah menipis, jadi aku tinggal menginjak sendal itu, tanpa menggoreskan alas kaki sepatuku. Akhirmya kami memutuskan untuk melanjutkan ke Kabupaten Pringsewu. Disana Raihan mempunyai teman juga yang tinggal disana, jadi kami bisa menginap kesana, dan disana juga banyak sekali tempat spot-spot poto yang bagus dan pemandangan alam nan menakjubkan. Goesan demi goesan terus kami laju, sinar matahari menyengat hangat kepala tubuh kami, beruntung kami memakai topi, jika tidak mungkin kami akan hangus terbakar dan mandi keringat. Sesekali kami berhenti istirahat sejenak dan ternyata ban sepedahku sesekali kempes, untungnya raihan membawa pompa kecil untuk persedian jika tidak terpaksa kami harus mencari tambal ban atau bengkel. Sampai disuatu masjid kami kembali istirahat sejenak dan melaksanakan sholat.
Niat kami terkurung untuk tidak melanjutkan ke Pringsewu, saat rehat dimasjid itu. Aku yang mengkhawatirkan sepedahku nantinya malah kenapa-kenapa saat dijalan, ya karna mungkin umur sepedahku yang cukup tua dan tidak sempat buat servis sebelum berangkat dan raihan juga yang merasa sangat lelah sekali, kakinya yang kadang-kadang keram dan betisku juga yang sekali-kali mersa linu. Akhirnya kami pun mengambil jalur arah ke Bandar Lampung dan meuju kembali ke kota tercinta kita, Metro. Kami pun mengisi tenaga kami kemabali dirumah makan demi mengsisi stamina kami, panas terik matahari disiang hari sangat lah panas sekali, sampai-sampai membuat kami untuk berteduh sesekali, dan mendorong sepedahnya saat melewati jalur tanjakan, karna terasa tak kuat lagi untuk mengoesnya. Raihan sangat senang sekali dia juga mendapati jalur turunan, sedangkan aku harus tetap berhaati-hati dan menahan rem depan dengan kaki dan sesekali juga menahan rem rem belakang, sampai-sampai hampir sempat aku menabrak sebuah angkutan umum. Untung saja aku langsung sigap dan menghindar.
Waktu menunjukan sore hari, disanalah kami dapat bersepedah santai dan untungnya jumlah kendaraan tidak terlalu padat. Sampai-sampai aku sesekali menggoes sepedah sambil melepaskan kedua tanganku keatas berteriak sambil meikmati letih ini, raihan yang melihatku hanya tertawa kecil dan tetap melaju menggoes.
“Ayo semangat, tetep kuat, nikmati aja alurnya” Teriak raihan, seraya memberi semangat.
“hahaha, Goesss lahh!” balasku dengan semangat dan lantang.
Kami pun beradu balap-balapan, saling salip meyalip, jalanan agak sepi makaknya aku berani untuk menggoes lebih kencang, dan kami merasa bersamangat lagi karna kami hampir sampai diperbatasan kota Metro. Waktu menunjukan hampir petang, kami pun Alhamdulilah sudah sampai rumah kami masing-masing. Sesampai dirumah aku pun langsung meletakan semua barang-barangku, istirahat sejenak, bergegas untuk mandi dan melaksanakan sholat mahgrib. Kulurskan ke-2 kakiku kubaluri dengan balsem agar betisku teras lebih ringan. Setelah sholat isyak, aku langsung menuju kamar, rebahan diatasnya sambil melihat langit-langit menikmaati letih yang kudapati dan juga panorama alam yang tersimpan didalam galeri dan menjadi sebuah kenangan, ini merupakan menjadi bukti dari pengalaman dan juga kisahku, dan sepatuku juga menjadi kenangan dan juga telah menjadi saksi bisu perjuangan dan traveling nekat kami.
Tinggalkan Balasan